Pertanyaan Keduapuluh Lima

Selalu ada waktu untuk menangis
Selalu ada waktu untuk bersedih
Selalu ada waktu untuk tertawa
Selalu ada waktu untuk gembira
Pun butuh waktu untuk melupakan
Dan aku tak mau itu....
____________________________

"Apa kabar?"
"Baik."
"Sungguh?"
"Sejujurnya aku bosan dengan pertanyaan seperti itu. Kamu orang keduapuluh lima yang bertanya begitu dalam dua minggu ini."
"Itu artinya orang-orang sayang kamu."
"Alhamdulillah. Terima kasih. Aku senang-senang saja sih diperhatikan. Masalahnya pertanyaannya yang nggak bisa kujawab."
"Jadi kamu belum baik-baik saja?"
"Menurutmu?"
"Masih menangis?"
"Masih."
"Masih melamun?"
"Masih."
"Masih ingat terus?"
"Masih."
"Masih mencintainya?"
"Tentu saja masih."
"Yah, kalau begitu kamu perlu waktu lebih banyak lagi untuk sembuh."
"Bagaimana kalau aku tidak kunjung sembuh?"
"Kenapa pesimis begitu? Itu bukan Retno yang kukenal."
"Ini bukan persoalan seseorang menyakiti dan mengkhianati aku lalu aku membuangnya dari pikiran dan hatiku. Ini tentang seseorang yang kucintai dan dia tahu aku mencintainya, tetapi dia salah memahami aku. Dan ini tentang aku dan bocah-bocah kecil yang tidak mungkin kulupakan begitu saja karena aku menyayangi mereka sepenuh jiwaku."
"Retno, kamu harus segera memutuskan untuk meneruskan langkahmu."
"Aku sudah meneruskan langkahku. Ini aku sedang melangkah lagi. Tapi bukan berarti kutinggalkan perasaanku di belakang sana. Mereka selalu kubawa di hatiku."
"Asal tidak melelahkanmu."
"Tidak."
"Baiklah. Aku berdoa untukmu, my friend. Good luck. Kebahagiaan pasti menunggumu di ujung sana."
"Terima kasih. Kamu yang paling memahami aku."
"Tahu nggak kamu orang keseratus yang ngomong begitu ke aku dalam seminggu ini hehe..."