Wednesday, February 13, 2008

Ketika Hujan Pagi Itu (part 3)

Dan bagaimana perasaanmu saat melihatku di lobi hotel itu? Aku sungguh-sungguh ingin tahu. Karena aku sendiri tak merasakan apa-apa selain kegembiraan yang membuncah bisa bertemu denganmu. Di sana. Di kotamu yang indah dan tentram.

Bisakah kamu lihat itu di wajahku? Saat sambil tersenyum lebar kutunjukkan lensa kontakku yang berwarna abu-abu, yang kuceritakan lewat pesan pendek dua minggu yang lalu.

“Lihat mataku, warnanya bagus tidak?”
Kamu mengangguk. “Itu yang membuatmu dikira kena katarak oleh ibu-ibu di dalam angkutan umum?”
“Memangnya warnanya mengesankan aku kena katarak ya?”

Kamu tersenyum dan menggeleng. Astaga. Itu pertama kalinya aku melihat senyummu, kamu tahu. Senyum yang hangat dan malu-malu. Kenapa kamu bisa setenang itu? Dan kenapa kamu tampak malu? Aku bukan gadis kota yang suka merayu. Aku bersikap terbuka, karena merasa kita seperti sudah lama bertemu. Mungkin di masa lalu, seandainya kamu percaya reinkarnasi itu ada.

3 comments:

Anonymous said...

kok nulisnya pendek2 sih No? gregetan tauk!
lama2 aku bisa2 jadi penggemar berat tulisan mu nih, kayaknya kita setipe deh, gaya nulisnya. entah disadari ato tidak :D

Enno said...

wah bagus kan, berarti kita bisa beneran bisa bikin pilem bareng! cihuy! hehehehe.... :D

Gloria Putri said...

hohohhohohoho....ni ceritanya senyummu mengalihkan duniaku......iklan kaliiii
xixixixixiixixi

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...