Gue baru selesai baca kumpulan cerpen seorang anak umur 16 tahun, Regina Pernong, yang judulnya Hi God, Can You Hear Me?
Buku yang amazing karena isinya nggak ABG sama sekali. Anak ini dengan gamblang bisa cerita tentang bunuh diri, perselingkuhan, pembunuhan, pelacuran, lesbian, incest… Wow! Kalo nggak disebutin dia baru 16 tahun, pasti pembaca mengira penulisnya udah dewasa.
Cara bertuturnya kadang memang agak berpanjang-panjang. Tapi juga lugas dan ada kedalaman pemikiran disana. Kok bisa ya anak 16 tahun mikirnya kayak gini, itu yang terlintas di benak gue saat membaca buku ini. Ini sama sekali bukan tulisan yang beraliran pop dan bertema cinta monyet, seperti lazimnya cara penulis seumurnya mengekspresikan idenya. Gaya tuturnya mirip-mirip Djenar Mahesa Ayu.
Ini kutipan dari cerpen yang judulnya Titian Semu: Perjalanan dari Masa Lalu.
Bisakah kau lihat sekarang? Dia yang di sana, itulah dirimu, wanita buncit yang sedang mengikatkan tali di tembok atas. Wanita yang menangis sambil mengusap perutnya tapi tidak punya harapan lagi. Kau taruh kursi di bawahnya dan kau masukkan kepalamu ke dalam lilitan itu.
Kutipan cerpen Nyanyian Bapak:
Dia sangat pintar. Kalau aku yang menindih orang pasti aku akan dijitak. Tapi ibu menindih orang dan menghasilkan uang. Kata tetangga, harusnya kita tidur dengan satu lelaki, yaitu suami sendiri. Kalau tidur dengan banyak lelaki mereka sebut itu melacur. Ibuku melacur, karena itu aku disebut anak pelacur. Aku tahu itu hinaan. Tapi kuanggap sebagai cobaan Tuhan. Karena aku tahu melacur itu punya arti baik. Selama ibuku yang melakukannya.
Tapi favorit gue cerpen yang judulnya Nama Saya…
Gue ketawa baca cerita ini. Lumayan kocak.
“Nama?”
“Syahfwat.”
“Apa? Syahwat?”
“Syah-fwat. S-y-a-h-f-w-a-t.”
“Nama kok aneh-aneh.”
PLEK. Terdengar bunyi stempel yang ditekan di selembar paspor.
Petugas imigrasi kelautan: “Neng Jamaleth dulunya lelaki ya?”
Saya: “Lohhh? Kok bisa bertanya begitu?”
Petugas imigrasi kelautan: “Habis di kampung saya ada juga yang namanya Jamal terus dia pergi ke luar negeri buat operasi jadi wanita. Eh, Neng teh bukan Jamal yang sudah jadi wanita kan?”
Saya: “Hahhh?????”
Gue kepingin suatu saat si sulung bisa berkembang kayak gini. Banyak cerpen-cerpennya yang bagus, tapi masih sepotong-sepotong karena keburu gak mood atau bosan. Sekarang sedang gue kasih semangat supaya diselesaikan. Alhamdulillah katanya sudah ada yang selesai. Kemaren ayahnya cuma kirim puisi-puisinya dan waktu gue tanya mana cerpen-cerpen anaknya, dia bilang si sulung nggak kasih tau untuk kirim cerpennya juga. Ah dasar…Padahal gue penasaran pengen liat dia sudah semaju apa.
Kalo puisi-puisinya sih sudah banyak kemajuan.
Uh, ambil sendiri ke Jogja aja lah!
2 comments:
16 tahun!
Berbakat sekali..
kita umur berapa ya mbak...
16 tahun? wew...kerennn
Post a Comment