“Hai Musa, kami mau mengundang Tuhan untuk hadir di jamuan makan malam kami,” pinta tetua Bani Israil kepada Nabiyullah Musa.
“Ya Musa. Bicaralah kepada Tuhan agat Dia berkenan hadir,” timpal yang lain.
Nabi Musa agak sebal juga mendengar permintaan kaumnya. Di telinganya permintaan itu lebih mirip ejekan, hinaan. Dalam kondisi setengah marah dan kecewa, Nabi Musa naik ke bukit Sinai dan Tuhan berfirman, “Hai Musa, bukankah kaummu sudah mengundang Aku untuk hadir di jamuan makan malam mereka? Sampaikan salam kepada mereka, Aku bersedia hadir pada Jumat malam.”
Maka mulailah Bani Israil mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut Tuhan. Hari demi hari berlalu, maka tibalah hari yang ditunggu-tunggu itu.
Ketika tengah mempersiapkan jamuan makan malam itu, tiba-tiba datanglah seorang tua dengan pakaian lusuh. Dan ia mengetuk pintu hati orang-orang yang ada di tempat jamuan makan itu.
“Hai Tuan, adakah yang sudi memberikan saya makan walau sedikit dan minuman walau seteguk?”
Tak satupun yang peduli.
Hingga kemudian pak tua itu mendatangi Musa dan meminta padanya permintaan yang sama.
“Begini saja, engkau ambillah dulu air dari sumur itu dan penuhilah bak ini. Nanti aku akan beri upah.” Demikian ujar Musa.
Hingga larut malam, Tuhan yang berjanji hadir tak kunjung hadir. Bani Israil mulai resah. Maka naiklah Musa ke Bukit Sinai untuk menunjukkan kesedihan dan kekecewaannya. Sebelum Musa berkata-kata, Tuhan berfirman, “Ketahuilah wahai Musa, Aku sudah datang, Aku sudah datang!
Aku sudah datang memenuhi janjiKu. Tapi tak satupun dari kalian menyambutKu. Aku datang bahkan dalam keadaan lapar dan haus. Dan tak ada satupun dari kalian sudi memberiKu makan, memberiKu air. Aku bahkan datang kepadamu Musa, dalam keadaan letih. Tapi engkau malah menyuruhKu memenuhi bak air untuk sekedar upah yang hanya bisa mengganjal perutKu dan membasahi tenggorokanKu.
Ketahuilah Musa, tidaklah sampai cintaKu kecuali engkau mencintai sesama. Dan ketahuilah pula kenikmatan adalah untuk berbagi.”
Lemaslah Musa. Sadarlah ia akan kekeliruannya dan kekeliruan umatnya. Tuhan ternyata hadir dalam rupa seorang tua yang papa.
_____________________________________________
Hikayat itu dikisahkan KH Yusuf Mansur, pimpinan Ponpes Daarul Quran Wisatahati, di rubrik Renungan Koran Tempo, 17 September 2007.
Hikayat yang kena banget ke gue. Mengingatkan gue kembali bahwa siapa saja yang ingin diangkat kesusahannya, hendaknya dia meringankan kesusahan sesamanya. Jika ingin diberi pertolongan oleh Allah, tolonglah sesama. Dan ringankanlah penderitaan sesama, maka Allah akan meringankan penderitaanmu. Begitu kira-kira intinya.
1 comment:
kaaaaagg..
med pwasa yagg!
numb.hp kk brp c?
save no br sha dunz!
085652131023
sms" yagg!
xD
Post a Comment